Mengenal Inisiatif Open Data Desa
di Kabupaten Wonosobo

Apa itu Open Data Desa?

Open Data Desa adalah inisiatif bersama antara pemerintah Kabupaten Wonosobo dan Infest Yogyakarta yang bertujuan untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. Kami percaya partisipasi dapat meningkatkan kualitas pembangunan desa dan akses masyarakat marjinal pada pembangunan. Ruang partisipasi perlu diupayakan, salah satunya, dengan mendorong pengambil kebijakan di tingkat desa membuka diri kepada masyarakat. Akses masyarakat atas informasi menjadi salah satu prasyarat penting dalam proses penguatan partisipasi. Konsep Open Data desa dan desa terbuka menjadi pilihan pendekatan yang memungkinkan desa menjamin akses masyarakat atas data-data pembangunan desa. Pendekatan ini dikembangkan dengan mengkombinasikan pemanfaatan teknologi dan non-teknologi.

Mengapa Open Data dibutuhkan?

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 (selanjutnya disebut UU Desa) memberikan peluang besar bagi desa untuk mensejahterakan warganya. Desa didaulat langsung menjadi aktor pembangunan melalui rekognisi atas keberadaannya, pemberian kewenangan sekaligus pemenuhan hak dan kewajiban fiskal. Ruang tersebut menjadi peluang sekaligus tantangan bagi desa untuk menjadi aktor aktif dalam pembangunan. UU Desa yang melihat desa sebagai kesatuan masyarakat dan pemerintahan desa membuka peluang partisipasi lebih luas masyarakat untuk terlibat, memengaruhi dan menjadi bagian langsung pembangunan.

Studi tentang kesiapan penerapan UU Desa yang dilakukan oleh Institute for Education Development, Social, Religious and Cultural Studies (2014) di 9 Kabupatan (Wonosobo, Banjarnegara, Malang, Banjarbaru, Cirebon, Serdang Bedagai, Takalar, Lombok Timur dan Poso menunjukkan ragam tantangan dalam upaya menjadikan desa sebagai subjek pembangunan. Beberapa temuan ada di jantung desa, dan sebagian lainnya ada pada supra desa. Supra Desa, mengacu pada hasil penelitian tersebut, masih terhambat pada pemberian kewenangan kepada desa sebagai amanat UU Desa. Pemberian kewenangan oleh supra desa kepada desa menjadi intisari dari asas rekognisi dan subsidiaritas UU Desa.

Di tingkat desa, studi tersebut menunjukkan adanya tantangan yang lebih beragam. Pertama, pengambilan keputusan di tingkat desa belum mengapresiasi kepentingan dan keberadaan masyarakat. Keputusan pembangunan diambil oleh elit desa dengan mengabaikan keberadaan masyarakat, terutama dari kelompok marjinal. Hal ini belum mencerminkan desa sebagai kesatuan masyarakat berpemerintahan dan masyarakat yang memerintah dirinya sendiri. Kedua, akses masyarakat pada informasi pelaksanaan pemerintahan masih minim, terutama pada aspek keuangan desa. Hal ini membuat masyarakat tidak memiliki kontrol yang memadai untuk mengawasi pemerintah dan pemerintahan desa. Ketiga, sikap apatis masyarakat untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan masih rendah. Hal ini ditandai dengan masih kuatnya anggapan bahwa urusan pembangunan semata urusan aparatur desa dan bukan warga.

Beranjak dari pelbagai temuan tersebut, Infest Yogyakarta bersama dengan Pemerintah Kabupatan Wonosobo sejak 2014 mencoba mengembangkan beberapa pendekatan untuk mendorong partisipasi; membuka akses masyarakat pada pembangunan; dan memperkuat aparatur desa dalam pelayanan informasi, penyelenggaraan pelayanan publik dan penatausahaan keuangan desa agar sesuai dengan prinsip pertanggungjawaban yang berlaku dan terbuka.

Pada tahun 2017, impian panjang untuk mewujudkan mekanisme data terbuka di pemerintahan Wonosobo terwujud. Dalam kolaborasi bersama pemerintah Kabupatan Wonosobo, Infest mengembangkan sistem informasi desa (yang salah satunya memuat fitur pengelolaan keuangan desa) yang kemudian digunakan oleh seluruh desa di Wonosobo (236 desa). Aplikasi Mitra Desa yang telah dikembangkan sejak 2011 dihubungkan dengan middleware (http://datadesa.wonosobokab.go.id) yang memungkinkan pertukaran data dari desa dan kabupaten. Desa kini mengelola keuangan secara dijital. Pemerintah Kabupaten dapat secara langsung mengawasi kinerja keuangan desa secara “real time”. Hal terpenting dari inovasi ini adalah keterbukaan akses masyarakat terhadap dokumen keuangan desa.

Apa Prasyarat Penerapan Open Data Keuangan Desa?

Sampai saat ini sudah banyak inisiatif penyediaan sistem aplikasi komputer yang mendukung pengelolaan data di desa, kabupaten, provinsi, hingga nasional. Aplikasi yang beragam dengan masing-masing kepentingan dan kebutuhan pendataan semakin memudahkan tata kelola data dan informasi di wilayah pemerintahan masing-masing. Banyaknya kepentingan dan kewenangan yang beririsan mengharuskan adanya pola komunikasi data dan informasi antar pihak yang memanfaatkan sumber data yang sama. Selain setiap pihak membutuhkan pengelolaan data dan informasi internal juga menyumbang secara parsial kebutuhan data dan informasi pihak eksternal. Sebagai contoh dalam sistem informasi keuangan desa, desa menggunakannya untuk kepentingan perencanaan hingga pelaporan. Selain itu kabupaten juga membutuhkan data dan informasi keuangan desa untuk kepentingan evaluasi dan penyelarasan pembangunan kawasan perdesaaan. Kepentingan desa dan kabupaten dalam pengelolaan keuangan desa harus memberikan akses kepada masyarakat. Ketiganya memanfaatkan sumber daya data dan informasi yang sama sehingga membutuhkan media untuk menghubungkan masing-masing kebutuhan. Media penghubung tersebut mengharuskan adanya standardisasi data terbuka.

Dalam konteks mendorong transparansi dan partisipasi dalam pengelolaan keuangan desa, terdapat beberapa prasarat yang harus dipenuhi sistem informasi keuangan desa, antara lain:

  1. Semua aktor PTPKD mendapat akses menggunakan sistem informasi keuangan desa;
  2. Kabupaten dapat memberikan input dalam evaluasi dokumen perencanaan dan pelaporan;
  3. Masyarakat secara langsung atau tidak langsung dapat mengakses data dan informasi pembangunan desa;
  4. Data dan informasi yang dikelola dalam sistem informasi keuangan desa dapat disediakan dalam format terbuka;
  5. Sistem informasi keuangan desa menyediakan protokol komunikasi data lintas platform aplikasi berupa Application Programming Interface (API);

Siapakah Aktor dalam inisiatif ini?

Inisiatif ini dikembangkan oleh Infest Yogyakarta bersama dengan Pemerintah Kabupaten Wonosobo. Pada perjalannya, beberapa aktor non-pemerintah lain turut berkontribusi dalam penguatan inisiatif ini, yaitu MAVC, Yayasan Tifa, AirPutih dan Medialink.